"Kau, ditakdir manakah kita bertemu?"-
Aku tak pernah menduga ini semua akan terjadi. Kau yang dulu jauh ku gapai, kini ada dihadapan ku setiap hari. Mengisi pagiku dengan tawa, bercanda bersama, hal yang dulu mustahil aku bilang.
Benar, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Hal yang sekalipun dulu amat sangat sulit aku khayalkan, kini dengan mudah tertawa bersamaku, dengan mudah kita menyatukan perasaan benci yang dulu menghantui kita. Aku heran..
Sekalipun kau tak pernah menjelaskan mengapa, aku tidak masalah. Aku bahagia, aku bebas dari perasaan dulu. Ya, rasa yang membuat kita yang tak pernah dekat tapi malah bermusuhan. Tapi kini, kita seperti baru berteman. Takkan ku sia-siakan waktu yang tersisa setahun ini. Aku mengejar deadline kebahagiaanku. Dan kau tau? Aku tak memiliki perasaan dulu itu sedikit pun. Haha, aku tersenyum senang membayangkan bagaimana semua ini bisa terjadi. Karna aku tau, kau hanya teman dan akan tetap menjadi teman. Isi hatimu sebenarnya? Ah, aku tau, kau menginginkan dia kan? Sahabat ku? Iya kah? Aku tak tau pasti, mungkin saja iya. Aku mendukung kok, asal kita bisa terus tertawa bersama sampai nanti kita memang harus berpisah. Tenang, aku akan merindukan proses semua ini bisa terjadi..
Kini, yang harus aku fikirkan itu, aku bosan mengulang kejadian yang sama. Kenapa harus aku meletakkan hati lagi? Apakah aku benar-benar cinta sama orang itu saja, aku tak yakin. Tapi kenapa aku harus mengatakan bahwa ia segalanya? Ah, tidak. Aku ingin untuk saat ini, mungkin sampai lulus dari smp ini, kalau bisa jatuh cinta itu dipending dulu. Aku ingin fokus, aku ingin mencari jati diri. Sejujurnya, aku belum menemukan jati diri ku. Karna begitu banyak peristiwa yang telah aku alami, yang bisa berganti tema, suasana, dan tempat hanya dengan jeda saat aku memejamkan mata ku. Dan aku yakin, ini bukanlah sungguhan. Aku malas mengulang hal yang itu-itu saja. Bosan. Tapi jujur, dia memang mempesona. Mirip dengan tipe ku, khusunya.
Ditakdir manakah kita akan bertemu lagi? Tak perlu aku fikirkan rasanya, biarlah Allah yang membuktikan. Aku hanya tinggal menjalaninya saja. Aku memasrahkan bukan berarti pasrah, hanya saja takut merusak rencana Allah yang indah itu. Buktinya, tanpa aku ganggu skenario yang dibuat Allah, kita dapat tertawa bersama bukan?
Kebahagiaan itu sempurna, asal di tempat yang betul, waktu yang benar, dan dengan orang yang benar-benar tepat.
Tertanda,
Aku akan merindukan ini...
Aku akan merindukan ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar