"Gak semua harus beralasan, gak semua harus masuk akal, gak semua menjadi penyebab semua ini bisa terjadi, dan gak semua yang terjadi harus disesali"
Tau capek gak? Iya aku capek, aku capek ngadapin hidup ini sebenarnya. Berada di lingkaran masalah yang sama, lingkungan yang sama dan menjadikan aku sosok yang sama. Sama seperti dulu, dulu yang menjadi kenangan buruk, suram, dan mengerikan. Aku telah melewati semua itu, sampai sekarang. Awalnya aku berfikir ini akan berhenti, tapi tidak, ini bukannya behenti malah semakin menjadi. Semakin menjadi mengikuti langkahku yang tak bisa berhenti, sama seperti waktu. Aku capek tetapi tak bisa berhenti. Entah sampai kapan seperti ini, berada dibawah semua alasan orang tak menyukaiku...
Alasan, satu kata yang aku benci. Kata itu bisa menjadi kunci suatu kebohongan, dan bisa tumbuh menjadi kebiasaan. Sebab itulah yang membuat aku membenci kata itu. Sederhana tapi tertutup maksud tak bermakna. Omong kosong yang seharusnya tak didengar, diperuntukkan dikeadaan terjepit, sempit, dan saat mulut tak bisa mengatakan yang sebenarnya.
Apakah semua yang kita lakukan harus berdasarkan alasan? Apakah yang kita miliki harus dilandasi alasan? Apakah logika dan perasaan harus mempunyai alasan? Dan apakah suatu perbuatan buruk pun masih mempunyai alasan?
Jika jawabannya iya, maka
Apakah sebuah persahabatan tercipta atas dasar alasan? Apakah perasaan cinta harus beralasan? Apakah sebuah perasaan yang tersakiti dan terbaikan juga mempunyai alasan? Orang yang dibenci, tidak disukai, dicampakkan, dan dipojokkan, apakah ada alasan mengapa mereka diperlakukan begitu?
Nggak semua hal harus beralasan. Misalnya saja persahabatan. Setau aku persahabatan yang sebenarnya itu, ya tercipta begitu saja. Gak pakai alasan ini itu. Tanpa penyebab apapun, yang menjadikan dua orang saling mempercayai satu sama lain untuk menjadi teman mereka bertukar cerita dan fikiran.
Kalau semua ini beralasan, mengapa aku belum bisa menemukan alasan mengapa aku bisa menyukainya? Mengagumi dia yang sebenarnya tak perlu aku kagumi, tak perlu aku repot karna mengejar dia, dan mencintainya dalam diam hingga dia tak membalasnya. Sungguh bodoh rasanya jika mencari alasan dibalik semua itu. Menelaah satu persatu sudut dirinya hingga aku bisa menemukan alasan aku mencintainya, menyukainya, mengaguminya, bahkan menyayanginya. Seseorang dalam sepasang mata yang tak bisa ku miliki, dalam genggaman yang tak bisa ku raih, sebuah senyuman yang tak bisa ku katakan "itu cinta", dan dalam fikirannya yang tak pernah ku mengerti. Aku kesal jika harus mencari alasan mengapa aku tak bisa lepas mengamatinya, mungkin itu yang membuat dia merasa aku istimewakan, walau sebenarnya dia tau, dia takkan pernah bisa mengistimewakan aku.
Jika memang semua di dunia ini berasalan, beri aku satu alasan mengapa aku harus melupakannya? Harus membiarkannya pergi walau sekalipun itu terpaksa. Apa harus aku memiliki alasan sepertinya, alasan yang sama biar aku bisa membencinya, sama seperti perlakuannya kepada ku. Sebuah sesuatu yang tidak penting rasanya, membiarkan perasaan yang tumbuh itu benci, bukan cinta.
Jika prinsip hidupnya seperti itu, aku rasa dia adalah manusia bodoh yang tak pernah punya alasan untuk merasakan indahnya cinta. Sesuatu yang tak perlu memiliki alasan, simple, dan indah jika dirasakan. Memilikinya apalagi, anugrah adalah dia, dia yang memiliki perasaan benci.
Aku benci mengatakan alasan aku gak pernah membuka hati buat siapapun. Ya dia, dia itu. Dia yang hidupnya tak berwarna. Hitam. Mungkin dia, adalah aku. Aku sama dengan dia. Sama sama tak pernah mencoba menawarkan hati ini pada orang lain, mencoba melihat dunia yang lebih berwarna. Dia merindukan sosok yang membencinya, akupun begitu. Kami sama. Namun aku rasa dia lebih beruntung. Dia pernah memiliki sosok itu, namun dia kini merindukan sosok itu. Berharap kembali padanya, dan itu alasan supaya dia lebih berwarna.
Jika alasan dia untuk bahagia adalah sosok itu, maka aku rela. Rela menjadi seorang yang semakin terkubur jauh dari penglihatannya, dari perhatian banyak orang, dan berusaha kembali menata hati serta bersiap apapun yang terjadi.
"Gak semua hal didunia ini ada alasannya, buktinya untuk jatuh cinta dan membencinya saja aku tak punya alasan lebih"
"Gunakan logika jika bertindak dengan alasan, tapi gunakan perasaan jika tindakkanmu tak beralasan"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar